1. a. Pengertian Demokrasi
Untuk mengetahui arti demokrasi,
dapat dilihat dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan bahasa (etimologis) dan
tinjauan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua
kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau
penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau“cratos” yang berarti kekuasaan atau
kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi)
adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat,
rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
Sedangkan secara istilah, arti
demokrasi diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu :
a. Joseph A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan
institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara
rakyat;
b. Sidnet Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana
keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat
dewasa;
c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah
suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas
tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak
secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka
yang telah terpilih;
d. Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik
merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Affan Gaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk, yaitu pemaknaan secara
normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi
normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah
negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi yang perwujudannya telah
ada pada dunia politik praktis. Demokrasi empirik dianggap diterima oleh masyarakat
karena dirasakan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat selama
ini.
b. Apa yang dimaksud dengan
Demokrasi Pancasila?
Pengertian
demokrasi secara
etimologis berasal dari bahasa Yunani, yakni “demos” yang artinya rakyat dan
“kratos/kratein” artinya kekuasaan/ berkuasa. Jadi demokrasi kalau diartikan
secara umumadalah kekuasaan ada ditangan rakyat.
Demokrasi berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat.
Maksudnya kekuasaan yang baik adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat. Sebelumnya pernah pula dibahas mengenai
ciri-ciri
demokrasi itu sendiri.
Dan jika kita maknai demokrasi tersebut maka Prilaku demokrasi dalam
penerapannya dapat ditunjukkan dengan dengan penerapan sebagai berikut;
1.
Menjunjung tinggi persamaan,
2.
Menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban,
3.
Membudayakan sikap bijak dan adil,
4.
Membiasakan musyawarah mufakat dalam
mengambil keputusan, dan
5.
Mengutamakan persatuan dan kesatuan
nasional.
Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian
dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945.
Ada beberapa pendapat
mengenai pengertian demokrasi pancasila, antara lain sebagai berikut :
a.
Menurut Prof. Dardji
darmo diharjo, SH
Demokrasi pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada
kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti,
dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.
b.
Menurut Prof.Dr.Drs.
Notonegoro, SH
Demokrasi pancasila adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indoesia. (pengertian senada dikemudian
dikemukakan pula oleh Soemantri, SH dan Drs. S. Padmuji, MPA.)
c.
Ensiklopedia Indonesia
Demokrasi Indonesia berdasarkan pancasila meliputi bidang politik,
bidang sosial dan ekonomi serta yang dalam penyelesian masalah-masalah nasional
berusaha sejuah mungkin menempuh jalan permusyawarantan untuk mencapai mufakat.
c.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17
agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara
demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab
kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga
secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui
mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Di zaman Soekarno, kita
mengenal beberapa model demokrasi. Partai-partai Nasionalis, Komunis bahkan
Islamis hampir semua mengatakan bahwa demokrasi itu adalah sesuatu yang ideal.
Bahkan bagi mereka, demokrasi bukan hanya merupakan sarana, tetapi demokrasi
akan mencapai sesuatu yang ideal. Bebas dari penjajahan dan mencapai
kemerdekaan adalah tujuan saat itu, yaitu mencapai sebuah demokrasi. Oleh
karena itu, orang makin menyukai demokrasi.
Salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik
negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis
lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg
sejajar satu sama lain.
Bisa dikatakan bahwa
Indonesia sangat berpotensi menjadi kiblat demokrasi di kawasan Asia, berkat
keberhasilan mengembangkan dan melaksanakan sistem demokrasi. Menurut Ketua
Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasifik (APAPC), Pri Sulisto, keberhasilan
Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di
kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan
‘tangan besi’. Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem
demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai,
keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yang tidak banyak disadari itu,
membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC),
membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah
prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat
berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono yang
akrab disapa SBY menerima anugerah medali demokrasi. SBY pun memaparkan panjang
lebar perjalanan demokrasi Indonesia. Menurutnya, demokrasi Indonesia merupakan
jawaban terhadap skeptisme perjalanan demokrasi di negeri ini. Beliau pun
mencontohkan beberapa nada skeptis yang ditujukan kepada Indonesia. Pertama,
demokrasi akan membawa situasi kacau dan perpecahan. Demokrasi di Indonesia
hanyalah perubahan rezim, demokrasi akan memicu ekstrimisme dan radikalisme
politik di Indonesia.
Beliau pun menambahkan bahwa demokrasi di Indonesia menunjukkan Islam dan
moderitas dapat berjalan bersama. Dan terlepas dari goncangan hebat akibat
pergantian 4 kali presiden selama periode 1998-2002, demokrasi Indonesia telah
menciptakan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Selain itu,
Indonesia juga telah berhasil menjadi sebuah negara demokrasi terbesar di dunia
dan melaksanakan pemilu yang kompleks dengan sangat sukses.
Meski pada awalnya banyak yang meragukan pelaksanaan demokrasi di Indonesia,
kenyataannya demokrasi di Indonesia saat ini telah berusia 10 tahun dan akan
terus berkembang. Sebagian orang pernah berpendapat bahwa demokrasi tidak akan
berlangsung lama di Indonesia, karena masyarakatnya belum siap. Mereka juga
pernah mengatakan bahwa negara Indonesia terlalu besar dan memiliki persoalan
yang kompleks. Keraguan tersebut bahkan menyerupai kekhawatiran yang dapat
membuat Indonesia chaos yang dapat mengakibatkan perpecahan.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, yang turut
hadir menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu
telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang
berhasil melaksanakan demokrasi. Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara
berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi.
Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga
demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut
tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan
kekayaan hanya pada elit tertentu.
Demokrasi, menurut Anwar Ibrahim, adalah pemberian kebebasan kepada warga
negara, sedangkan kegagalan atau keberhasilan ekonomi menyangkut sistem yang
diterapkan.
Demokrasi yang berjalan
di Indonesia saat ini dapat dikatakan adalah Demokrasi Liberal. Dalam sistem
Pemilu mengindikasi sistem demokrasi liberal di Indonesia antara lain sebagai
berikut:
1. Pemilu multi partai yang diikuti oleh sangat banyak partai. Paling sedikit
sejak reformasi, Pemilu diikuti oleh 24 partai (Pemilu 2004), paling banyak 48
Partai (Pemilu 1999). Pemilu bebas berdiri sesuka hati, asal memenuhi
syarat-syarat yang ditetapkan KPU. Kalau semua partai diijinkan ikut Pemilu,
bisa muncul ratusan sampai ribuan partai.
2. Pemilu selain memilih anggota dewan (DPR/DPRD), juga memilih anggota DPD
(senat). Selain anggota DPD ini nyaris tidak ada guna dan kerjanya, hal itu
juga mencontoh sistem di Amerika yang mengenal kedudukan para anggota senat
(senator).
3. Pemilihan Presiden secara langsung sejak 2004. Bukan hanya sosok presiden,
tetapi juga wakil presidennya. Untuk Pilpres ini, mekanisme nyaris serupa
dengan pemilu partai, hanya obyek yang dipilih berupa pasangan calon. Kadang,
kalau dalam sekali Pilpres tidak diperoleh pemenang mutlak, dilakukan pemilu
putaran kedua, untuk mendapatkan legitimasi suara yang kuat.
4. Pemilihan pejabat-pejabat birokrasi secara langsung (Pilkada), yaitu pilkada
gubernur, walikota, dan bupati. Lagi-lagi polanya persis seperti pemilu Partai
atau pemilu Presiden. Hanya sosok yang dipilih dan level jabatannya berbeda.
Disana ada penjaringan calon, kampanye, proses pemilihan, dsb.
5. Adanya badan khusus penyelenggara Pemilu, yaitu KPU sebagai panitia, dan
Panwaslu sebagai pengawas proses pemilu. Belum lagi tim pengamat independen
yang dibentuk secara swadaya. Disini dibutuhkan birokrasi tersendiri untuk
menyelenggarakan Pemilu, meskipun pada dasarnya birokrasi itu masih bergantung
kepada Pemerintah juga.
6. Adanya lembaga surve, lembaga pooling, lembaga riset, dll. yang aktif
melakukan riset seputar perilaku pemilih atau calon pemilih dalam Pemilu.
Termasuk adanya media-media yang aktif melakukan pemantauan proses pemilu, pra
pelaksanaan, saat pelaksanaan, maupun paca pelaksanaan.
7. Demokrasi di Indonesia amat sangat membutuhkan modal (duit). Banyak sekali
biaya yang dibutuhkan untuk memenangkan Pemilu. Konsekuensinya, pihak-pihak
yang berkantong tebal, mereka lebih berpeluang memenangkan Pemilu, daripada
orang-orang idealis, tetapi miskin harta.Akhirnya, hitam-putihnya politik
tergantung kepada tebal-tipisnya kantong para politisi.
Semua ini dan indikasi-indikasi lainnya telah terlembagakan secara kuat dengan
payung UU Politik yang direvisi setiap 5 tahunan. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa sistem demikian telah menjadi realitas politik legal dan memiliki posisi
sangat kuat dalam kehidupan politik nasional.
Pesta demokrasi yang kita gelar setiap 5 tahun ini haruslah memiliki visi
kedepan yang jelas untuk membawa perubahan yang fundamental bagi bangsa
Indonesia yang kita cintai ini, baik dari segi perekonomian, pertahanan, dan
persaiangan tingkat global.
Oleh karena itu, sinkronisasi antara demokrasi dengan pembangunan nasional
haruslah sejalan bukan malah sebaliknya demokrasi yang ditegakkan hanya
merupakan untuk pemenuhan kepentingan partai dan sekelompok tertentu saja.
Jadi, demokrasi yang kita terapkan sekarang haruslah mengacu pada sendi-sendi
bangsa Indonesia yang berdasarkan filsafah bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Kesimpulan
Dari pengalaman masa lalu bangsa kita, kelihatan bahwa demokrasi belum
membudaya. Kita memang telah menganut demokrsai dan bahkan telah di praktekan
baik dalam keluarga, masyarakat, maupun dalam kehidupan bebangsa dan bernegara.
Akan tetapi, kita belum membudanyakannya. Membudaya berarti telah menjadi
kebiasaan yang mendarah daging. Mengatakan “Demokrasi telah menjadi budaya”
berarti penghayatan nilai-nilai demokrasi telah menjadi kebiasaan yang mendarah
daging di antara warga negara.
Dengan kata lain, demokrasi telah menjadi bagian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dari kehidupanya. Seluruh kehidupanya diwarnai oleh
nilai-nilai demokrasi.Namun, itu belum terjadi. Di media massa kita sering
mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar
nilai-nilai demokrasi.
Orang-orang kurang menghargai kebabasan orang lain, kurang menghargai
perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakan, kesamaan kurang di praktekan,
partisipasi warga negara atau orang perorang baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam kehidupan pilitik belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara
untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama, dan
seterusnya. Bahkan dalam keluarga dan masyarakat kita sendiri, nilai-nilai
demokrasi itu kurang di praktekan.
(http://www.gudangmateri.com/2011/06/pelaksanaan-demokrasi-di-indonesia.html)
2. A.
Perkembangan HAM di Dunia
Dokumen dunia yang merupakan usaha
menegakkan HAM
1). Magna Charta Liberatatum 1215 di
Inggris
Dokumen ini
timbul pada masa pemerintahan raja john laclan 1199-1218
Isi dokumen :
ketentuan yang membatasi kekuasaan raja yaitu
larangan melakukan
Penahanan,penghukuman,perampasan harta dll.
2).
Habeas
Corpus Act 1676 ( Inggris raja Charles 2 )
Isi dokumen :
adanya jaminan hak asasi para tersangka untuk tidak diperlakukan
Sewenang-wenang kecuali menurut
peraturan perundangan.
3). Bill Raight Of Virginia 1776 di USA
Isi dokumen :
daftar hak-hak asasi manusia, dokumen ini menjadi dasar pembuatan
UUD USA.
4). Declaration Des Droit’s De I’homne
Et Du Citoyen 1789
Isi dokumen :
pernyataan hak asasi manusia sebagai hasil revolusi prancis
5). Atlantic Charter ( presiden USA dan
PM Inggris )
Isi dokumen : -
kebebasan berbicara/berpendapat
- Kebebasan beragama
- kebebasan dari rasa takut
- kebebasan untuk berkeinginan/berkehendak
6). Universal Declaration Of Human
Raight ( PBB tgl 10-12-1948 )
Isi dokumen :
pernyataan hak asasi manusia di dunia
-Hak asasi manusia
diperingati setiap 10-12 setiap tahun
B. perkembangan HAM di
Indonesia
A. Perkembangan Hak Asasi
Manusia di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia
sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan
bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof.
Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia
( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode
yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan
( 1945 – sekarang ).
A. Periode Sebelum Kemerdekaan (
1908 – 1945 )
• Boedi Oetomo, dalam konteks
pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran
berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan
kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe
desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat
dan mengeluarkan pendapat.
• Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri.
• Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan
yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
• Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme
lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang
berkenan dengan alat produksi.
• Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak
kemerdekaan.
• Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan.
• Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu
hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak
berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut
dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI
antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad
Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang
BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan,
hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan
tulisan dan lisan.
B. Periode Setelah Kemerdekaan (
1945 – sekarang )
a) Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal
kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat
melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat
legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam
hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada
periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1
November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
b) Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam
perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi
Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat
membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal
atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti
dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode
ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya
menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak
tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing.
Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol
yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang
HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang
memberikan ruang kebebasan.
c) Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem
pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi
penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini (
demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden.
Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan
inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran
infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d) Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan
pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada
masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar
tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM
untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional
Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review )
untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP
MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan
yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak
serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an
persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi
dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap
defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran
barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin
dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan
dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan
pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat
untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran,
pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan
masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat
akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh
masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan
pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo,
kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi
pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap
tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif
pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7
Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta
memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan
HAM.
e) Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan
pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan
perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan
dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang –
undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan
dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan
penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada
periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap
penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan
beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen
konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ),
Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam
lainnya.
3.
A. 1.1 Pengertian penduduk :
Berikut ini adalah pengertian dan definisi penduduk:
v JONNY PURBA
Penduduk adalah orang yang matranya sebagai diri pribadi,
anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan himpunan kuantitas yang
bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah negara pada waktu
tertentu
v SRIJANTI & A. RAHMAN
Penduduk adalah orang yang mendiamisuatu tempat dalam
wilayah tertentu dengan tanpa melihat status kewarganegaraan yang dianut oleh
orang tersebut
v AHMAD YANI & MAMAT RAHMAT
Penduduk merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu
wilayah atau negara
v WALUYO, SUWARDI, AGUNG FERYANTO, TRI
HARHANTO
Penduduk merupakan potensi, tetapi sekaligus beban bagi
suatu daerah.
v P.N.H SIMANJUNTAK
Penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atau
berdomisili di dalam suatu wilayah negara
v Dr. KARTOMO
Penduduk adalah semua orang yang mendiami suatu wilayah
tertentu pada waktu tertentu, terlepas dari warga negara atau bukan warga negara
v AA NURDIMAN
Penduduk adalah mereka yang menetap dan berdomisili dalam
suatu negara
v SRI MURTONO, HASSAN SURYONO,
MARTIYONO
Penduduk adalah setiap orang yang berdomisili atau bertempat
tinggal di dalam wilayah suatu negara dalam waktu yang cukup lama
# TIM MATRIX MEDIA LITERATA
Penduduk adalah sekumpulan orang yang hidup dalam suatu
wilayah geografis.
A.
1.2
Pengertian Warga Negara
Definisi warga Negara. Warga Negara adalah rakyat
yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan
Negara. Dalam hubungan antara warga Negara dan Negara, warga negara mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap Negara dan sebaliknya warga Negara juga mempunyai
hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh Negara.
Warga Negara, Mereka
yang berdasarkan hukum tertentu dan merupakan anggota dari suatu Negara.
Menurut UUD – Perjanjian
diakui sebagai Warga Negara – Melalui Naturalisme.
B.
1.1 Pengertian tentang
Bipatride
Definisi bipatride.
Bipatride adalah dwi kewarganegaraan, yang merupakan timbulnya apbila menurut
peraturan dari dua Negara terkait seorang dianggap sebagai warga Negara kedua
Negara itu. Misalnya Adi dan Ani adalah suami isteri yang berstatus warga
Negara A, namun mereka berdomisili di Negara B. Negara A menganut asas ius
sanguinis dan Negara B menganut asas ius soli. Kemudian lahirlah anak mereka,
Dani. Menurut Negara A yang menganut asas ius sanguinis, Dani adalah warga
Negaranya karena mengikuti kewarganegaraan orang tuanya. Menurut Negara B yang
menganut asas ius soli, Dani juga warga Negaranya, karena tempat kelahirannya
adalah di Negara B. dengan demikian Dani mempunyai status dua kewarganegaraan
atau bipatride.
1.2
Pengertian tentang Apatride
Definisi Apatride.
Apatride adalah tanpa kewarganegaraan yang rimbul apabvila penurut peraturan
kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai warga Negara dari Negara
manapun. Misalnya Agus dan ira adalah suami istri yang berstatus Negara B yang
berasal dari ius soli. Mereka berdomisili di Negara A yang berasas ius
sanguinis. Kemudian lahirlah anak mereka Budi, menurut Negara A, Budi tidak
diakui sebagai warga negaranya, karena orangtuanya bukan warga negaranya.
Begitupula menurut Negara B, Budi tidak diakui sebagai warga negaranya, karena
lahir di wilayah Negara lain. Dengan demikian Budi tiak mempunyai
kewarganegaraan atau apatride.
C.
Hak dan kewajiban Warga Negara
berdasarkan UUD 1945
Sebagai
warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban
kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang
meliputi.
a.
|
Hak dan
kewajiban dalam bidang politik
·
Pasal
27 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan
itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan
antara hak dan kewajiban, yaitu:
1. Hak untuk diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
2. Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan.
·
Pasal
28 menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”. Arti pesannya adalah:
1.
Hak
berserikat dan berkumpul.
2.
Hak
mengeluarkan pikiran (berpendapat).
3.
Kewajiban
untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-aturan lainnya,
di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai azasnya,
semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain bebas harus
pula bertanggung jawab dan sebagainya)
|
b.
|
Hak dan
kewajiban dalam bidang sosial budaya
·
Pasal
31 ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran”.
·
Pasal
31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
·
Pasal
32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti pesan yang terkandung adalah:
1.
Hak
memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun
kejuruan.
2.
Hak
menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.
3.
Kewajiban
mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
4.
Kewajiban
memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
5.
Kewajiban
ikut menanggung biaya pendidikan.
6.
Kewajiban
memelihara kebudayaan nasional dan daerah.
Selain
dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak dan Kewajiban warga negara tertuang pula
pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Arti pesannya adalah:
7.
Hak
untuk mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di
samping kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan
baik.
8.
Kewajiban
untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
|
c.
|
Hak dan
kewajiban dalam bidang Hankam
·
Pasal
30 menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara”. Arti pesannya:
o bahwa setiap warga negara berhak
dan wajib dalam usaha pembelaan negara.
|
d
|
Hak dan kewajiban dalam bidang Ekonomi
·
Pasal
33 ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan”.
·
Pasal
33 ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
·
Pasal
33 ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
·
Pasal
34 menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara”.
Arti pesannya adalah:
1.
Hak
memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang
dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat.
2.
Hak
dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
3.
Kewajiban
bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya
alam.
4.
Kewajiban
dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak
merugikan kepentingan orang lain.
5.
Kewajiban
membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
|
4. A.
Pengertian nasionalisme
Pengertian Nasionalisme :
Secara etimologi : Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu
paham kebangsaan yang mengandung makna : kesadaran dan semangat cinta tanah
air; memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa;
memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara
setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan
Menurut Ensiklopedi Indonesia : Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial
dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa dan wilayah
serta kesamaan cita-cita dan tujuan dengan meletakkan kesetiaan yang mendalam
terhadap kelompok bangsanya.
Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep
identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Bertolak dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme
adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus
diberikankepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai
warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala
tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara
dan bangsa.
B.
Dalam era globalisasi sekarang ini keberadaan Nasionalisme di Indonesia
masih relevan. Menurut saya berapapun tahunnya sebuah Negara pasti membutuhkan
rasa nasionalisme demi menjaga negaranya. Mampu menghargai sendiri budayanya,
memberontak jika hal itu dilecehkan.
Indonesia ialah sebuah negara yang
majemuk dan multikultural, sebab Indonesia dibentuk dari berbagai macam bangsa,
yang memiliki budaya, hukum, kebiasaan, bahasa, dan adat istiadat yang beraneka
ragam. Untuk itu sebagai warga Indonesia harus memegang teguh nasionalisme.
Kasus Ambalat, beberapa waktu lalu,
secara tiba-tiba menyeruakkan rasa nasionalisme kita, dengan menyerukan
slogan-slogan "Ganyang Malaysia!". Setahun terakhir ini, muncul lagi
"nasionalisme" itu, ketika lagu "Rasa Sayang-sayange" dan
"Reog Ponorogo" diklaim sebagai budaya negeri jiran itu. Semangat
"nasionalisme kultural dan politik" seakan muncul. Seluruh elemen
masyarakat bersatu menghadapi "ancaman" dari luar. Namun anehnya,
perasaan atau paham itu hanya muncul sesaat ketika peristiwa itu terjadi. Dalam
kenyataannya kini, rasa "nasionalisme kultural dan politik" itu tidak
ada dalam kehidupan keseharian kita. Fenomena yang membelit kita berkisar
seputar: Rakyat susah mencari keadilan di negerinya sendiri, korupsi yang
merajalela mulai dari hulu sampai hilir di segala bidang, dan pemberantasan-nya
yang tebang pilih, pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan, kemiskinan,
ketidakmerataan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, tidak menghormati harkat dan
martabat orang lain, suap-menyuap, dan lain-lain. Realita ini seakan menafikan
cita-cita kebangsaan yang digaungkan seabad yang lalu. Itulah potret
nasionalisme bangsa kita hari ini.
Pada akhirnya kita harus memutuskan rasa
kebangsaan kita harus dibangkitkan kembali. Namun bukan nasionalisme dalam
bentuk awalnya seabad yang lalu. Nasionalisme yang harus dibangkitkan
kembali adalah nasionalisme yang diarahkan untuk mengatasi semua permasalahan
di atas, bagaimana bisa bersikap jujur, adil, disiplin, berani melawan kesewenang-wenangan,
tidak korup, toleran, dan lain-lain. Bila tidak bisa, artinya kita tidak bisa
lagi mempertahankan eksistensi bangsa dan negara dari kehancuran total.
5.
Pengertian tentang
a) Ius
sanguinis atau jus sanguinis (bahasa Latin untuk "hak untuk darah")
adalah adalah asas pemberian
kewarganegaraan berdasarkan keturunan orang tuanya. Negara yang menganut asas
ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak sebagai warga negaranya apabila
orang tua dari anak tersebut adalah memiliki status kewarganegaraan negara
tersebut (dilihat dari keturunannya). Asas ini akan berakibat munculnya suatu
negara dengan etnis yang majemuk.Contoh negara yang menganut asas ini adalah
negara-negara yang memiliki sejarah panjang seperti negara-negara Eropa dan
Asia.
Contoh beberapa negara yang menganut
asas ius sanguinis, yaitu:
- China
- Kroasia
- Jerman
- India
- Jepang
- Malaysia
b) Asas Ius Soli atau jus soli (bahasa
Latin untuk "hak untuk wilayah") adalah asas pemberian
kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran (terbatas). Negara yang menganut
asas ini akan mengakui kewarganegaraan seorang anak yang lahir sebagai
warganegaranya hanya apabila anak tersebut lahir di wilayah negaranya, tanpa
melihat siapa dan darimana orang tua anak tersebut. Asas ini memungkinkan
adanya bangsa yang modern dan multikultural tanpa dibatasi oleh ras, etnis,
agama, dll.
Contoh
beberapa negara yang menganut asas Ius Soli, yaitu:
-
Argentina
- Brazil
- Jamaika
- Kanada
- Meksiko
- Amerika
Serikat
c) Monarkhi
Bentuk
pemerintahan yang menganut system kerajaan dan dipimpin oleh Raja.
d) Tirani
Negara
yang dipimpin oleh seorang Raja atau penguasa dan menggunakan kekuasaannya
secara sewenang-wenang.
DAFTAR
PUSTAKA
(http://gloryutama.wordpress.com/2010/03/09/definisi-negara-bangsa-warga-negara-dan-penduduk-glory-utama10208552/)
(http://greatnusa.blogspot.com/2011/03/pengertian-nasionalisme-dan-patriotisme.html)