Hari mulai senja, matahari menggulung sinar-sinarnya dibalik awan, terpancar semburat cahaya jingga di atas menara Pagoda Leifeng. Sementara sayap-sayap terbang burung merpati mengajakku untuk tetap berdiri melawan dingin di pinggir danau Xihu, air mataku tak henti-hentinya mengalir dipipi sehingga kacamata minusku menjadi basah. Tanganku masih erat menggenggam tangan Leo.
“对不起[1].. aku telah bersusah payah mendapatkan beasiswa ke Amerika, jika kamu percaya aku tunggulah empat tahun lagi” kata Leo meyakinkanku
Senja kelabu di pinggir danau Xihu menjadi saksi bisu perpisahanku dengan Leo.
Mendung diujung timur, pagi tak ingin ku sapa karna mentari tak mampu mencerahkannya. Hari berganti minggu, minggupun berganti bulan entah kenapa aku masih mengharapkannya tuk berada disisiku. Sudah enam bulan kepergiannya ke Amerika. Mentari masih bersembunyi dipekatnya shubuh, tiba-tiba Leo mengirimkan pesan pendek untukku.
“Zue.. bangun, hari ini ada kuliah pagi kan? Jangan lupa sholat!”
Pagi itu aku berjalan berangkat kuliah seperti biasanya di Gongshang Zhejiang University (ZJSU). Hanya saja pagi ini hujan yang menyebabkan langkahku sedikit tergesa-gesa sambil membenahi jilbabku yang semakin tidak karuan. Tiba-tiba saja seseorang dari seberang menabrakku.
“maaf.. maaf aku sudah terlambat” ucapnya kemudian kembali berlari
“bukumu jatuh!”teriakku sambil mengambil buku merah yang terjatuh dari tasnya, berharap orang yang menabrakku segera berbalik dan mengambil buku itu dari tanganku tapi orang itu berlalu begitu saja. Kemudian aku memasukkan buku itu ke dalam tas. Sesampai di kelas aku membuka buku merah itu semua tulisan tentang kesehatan yang aku pun tidak tahu maksudnya, aku buka halaman terakhir ada lembaran identitas bernama Bao Zhen dan jurusannya sama denganku. Dia berada di ruang 205 samping kelas kelasku.
Siang harinya aku sengaja masuk ruang 205, langsung saja Bao Zhen berdiri dari tempat duduknya yang paling pojok dan menghampiriku.
“Kamu tahu buku yang berwarna merah tidak? Aku sudah mencarinya tapi tidak ada ” kata Bao Zhen sambil melirik kearah tasku
“kalau boleh tahu, kamu jurusan sastra kok belajar kesehatan. Mau jadi dokter ya?” tanyaku
“nama kamu Zue Xian ruang 204 jurusan sastra beragama islam!” terangnya tanpa koma dan spasi kemudian pergi meninggalkanku yang masih berdiri diam stabil seperti pemain sirkus pada ketinggian dua meter tujuh puluh lima sentimeter sambil sesekali angin menerpa jilbabku.
Usai kuliah aku langsung meninggalkan kampus, tak sengaja mataku melirik Bao Zhen, wajahnya pucat, dia bersandar pada sebuah tembok di pinggir jalan. Aku segera menghampirinya, dia sudah tidak sadarkan diri kemudian ada teleponnya berbunyi, aku segera mengangkatnya.
“Bao Zhen.. kartunya sudah ketemu belum?” kata seseorang dalam telepon itu
“panggilkan ambulans cepat!”perintah orang dalam telepon itu
**^^**
Sesampai di rumah sakit Zhejiang, Bao Zhen langsung dimasukkan ke UGD, aku berdiri di depan ruangan sedangkan disampingku seorang wanita separuh baya keturunan Zhongguo yang tak lain adalah Lin Zhen mamanya tampak cemas menunggu hasil pemeriksaan bao Zhen. Mamanya bercerita bahwa Bao Zhen menderita penyakit kanker otak dan hari itu sebenarnya Bao Zhen pergi ke dokter hanya saja kartu pemeriksaan ada dibuku yang terjatuh tadi pagi akupun menyalahkan diriku sendiri kenapa tidak langsung aku serahkan saja bukunya pagi itu. Sejak hari itu aku selalu menunggu Bao Zhen di rumah sakit. Mamanya tidak terlalu senang dengan kehadiranku karena aku seorang muslim sedangkan dia dan keluarganya beragama Kristen.
Sudah satu minggu Bao Zhen terbaring di atas kasurnya, seminggu pula aku usai pulang kuliah menjenguknya, hari itu tepat dia ulang tahun, Bao Zhen memperkenalkan aku pada keluarganya karena selama ini dia belum pernah dekat dengan cewek manapun. Keluarganya mengira aku ada hubungan khusus dengannya. Akhirnya minggu kedua Bao Zhen diperbolehkan pulang akupun turut membantu membereskan rumahnya dan mengantar bersama keluarganya pulang ke rumah. Ternyata rumahnya dan kontrakanku tidak begitu jauh, sejak itu Bao Zhen selalu menemaniku disaat aku sedang membutuhkan dia.
Siang itu dia menjemputku berangkat kuliah dengan sepedanya karena kita masuk jam kuliah yang sama, kami berangkat bersama berboncengan, semua menyindir kedekatanku dengan Bao Zhen. Mungkin karena aku terkenal dengan gadis lugu pendiam dan sangat alim beraninya dekat dengan bao Zhen yang juga aktif dalam kegiatan keagamaannya. Usai kuliah dia mengajakku ke danan Xihu, kami berhenti di sebuah causeway yang membelah West Lake[6]. Dari causeway ini pemandangan West Lake di musim dingin sangat berkarakter, dengan pohon-pohon meranggas yang berjajar rapi, angin dingin dan kabut tipis, serta perahu tradisional di tengah danau tempat dimana dia biasa melepas penat ditemani secangkir mocca panas.
“你的很美丽[7]”kata Bao Zhen sambil menatapku, aku hanya tersipu malu mendengarnya. Kemudian Bao Zhen menemaniku menghabiskan sore di Hangzhou Flower Nursery yang juga masih disekitaran West lake, sebuah taman luas dengan bunga berwarna warni dimana ada kolam, jembatan, air mancur serta patung patung menambah kesempurnaan sore itu. Bao Zhen menarik tanganku dan menggenggam erat didadanya. Ku rasakan ada getaran cinta saat dia menatap mataku seperti itu. “ini semua seharusnya tidak boleh terjadi”hatiku memberontak.
Malam harinya aku diundang makan malam dikeluarganya tetapi Bao Zhen memintaku untuk melepas jilbabku. Aku langsung menolaknya.
“Zue.. aku mohon malam ini saja!”pinta Bao Zhen menatapku
“Untuk apa Tuhanmu menciptakan keindahan jika itu hanya disembunyikan, Tuhan kita memang berbeda tapi tetap Tuhan yang benar adalah Tuhanku”kata Bao Zhen dengan suara meninggi.
“jika Kristen lebih benar dari Islam maka aku akan ikut agamamu”seruku mengakhiri pembicaraan malam itu. Bao Zhen tampak senang mendengar ucapanku. Malam itu aku resah jika Tuhan itu Esa kenapa ada banyak Tuhan yang disembah, jangan-jangan selama ini ada yang tidak Esa, ditengah-tengah lamunanku kemudian mendengarkan sebuah dakwah disalah satu stasiun televise.
“assalamu'alaikum.. saudariku, ingatlah. Agama islam adalah agama yang diterima Allah, saya bisa membantu anda untuk membuktikan dalam injil menyebutkan Tuhan itu tiga mnjadi 1 bapa putra dan roh kudus, padahal dalam injil Ulangan pasal 4 ayat 35 beda "Maka kepadamulah ia itu ditunjuk, supaya diketahui olehmu bahwa Tuhan itulah Allah, dan kecuali Tuhan yang Esa tiadalah yang lain lagi" buka Markus pasal 12 ayat 29 "maka jawab yesus kepadanya, hukum yang terutama ialah: dengarkan olehmu hai israel, adapun Allah Tuhan kita ialah Tuhan yang Esa." periksa lagi di perjanjian lama di Ulangan pasal 6 ayat 4 "Dengarlah olehmu hai Israel, sesungguhnya Hua Allah kita, Hua itu Esa adanya." apakah belum jelas bahwa injil sendiri yang menjadi kitab sucinya orang kristen menyebutkan seterang-terangnya bahwa Tuhan itu tunggal bukan 3 menjadi 1 atau 1 mnjdi 3. Lalu mana yang benar? Tuhan itu 1 atau 3 menurut injil? pasti diantara itu ada yang benar atau malah salah semua, kandungan kitab suci itu ada yg salah, lalu apakah itu namanya kitab suci? suci berarti tidak ada salah tetapi jika dalam Al-Qur'an alhamdulillah, tidak ada keraguan di dalamnya”
Seakan aku mendapatkan sebuah jawaban dari semua pertanyaanku. Keesokan harinya aku berniat menemui Bao Zhen, ditengah perjalanan aku mendapat kabar dari tetangganya jika Bao Zhen dibawa ke rumah sakit. Sesampai disana suasana duka menyelimuti keluarganya, lima menit yang lalu Bao Zhen menghembuskan nafas terakhirnya tanpa sempat aku mengajaknya masuk islam atau setidaknya menunjukkan kebenaran tentang islam. Bao Zhen yang dingin, cuek, kini benar-benar dingin dan terdiam selama-lamanya.
“aku tahu kamu tidak bisa menjadi kristen, untuk itulah aku berdoa pada Tuhan supaya mempersingkat umurku agar aku tak sedih jika suatu saat kau menikah dengan orang lain. Tuhan memang arsitek yang baik” pesan sms terakhirnya yang dikirimkannya semalam.
Tuhan, karakter yang paling tidak bisa ditebak. Setiap orang merasa mengenal-Nya. Setiap karya seni mencoba untuk menggambarkan-Nya, tapi tidak ada yang benar-benar mampu menggambarkan-Nya.
“Hatimu terlalu suci untuk mengenal hatiku, salib takkan membuatmu sakit melainkan sebuah kebebasan dari rasa yang takkan bisa ku miliki, tenanglah dialam sana. Kau akan selalu ada dalam ingatanku” bisikku sambil mendekap tubuh Bao Zhen yang kaku.
Usai pemakamannya, dunia seakan kembali suram untuk tahu betapa berharganya seseorang maka kita perlu kehilangannya dahulu dan kini aku telah kehilangannya. Sayapku kembali patah. Sore itu dipinggir danau Xihu aku berdiri dan mengadu pada ombak, hanya saja sore itu semburat jingga tak lagi menyilaukan mata. Dan nyanyian ombak tak lagi tentang kesedihan.
**^^**
Bulan januari 2009, hari ini Leo kembali ke Zhongguo, dia membawakan aku kalung emas putih dan bercerita bahwa dia bermimpi jika aku menggenggam kalung salib digereja tua memakai baju hitam sedang menangis. Anehnya mimpi itu terjadi setiap kali memejamkan mata, untuk itu dia pulang ke Zhongguo hanya untuk memastikan keberadaanku disini. jika perpisahan menyapa, setidaknya pernah ada pertemuan, tapi yakinlah waktu akan menyembunyikannya atau benar-benar mengikisnya. Ada begitu banyak keindahan didunia ini namun tak semua bisa kita miliki. Semua itu sudah ada yang mengatur yaitu Tuhan. Bersama Leo takkan ku rusak aqidah islamku hingga akhir hayatku dia yang akan jadi imam dalam sholatku.
**TAMAT**